Joy Bromo Go to Situ Patenggang – Bandung

Joy Bromo Go to Situ Patenggang – Bandung

Joy Bromo

22 September 2012

Sejak tahun 1998 saya sudah menginjakkan kaki di Bumi Parahyangan Bandung, tapi baru kali ini bisa mengunjungi Situ Patenggang. Situ Patenggang (atau sering juga disebut Situ Patengan) merupakan sebuah danau cantik yang terletak di daerah Ciwidey, Jawa Barat.  Kawasan wisata ini berada di dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1600 meter dari permukaan laut dan berada di kaki Gunung Patuha. Karena posisinya yang tinggi, kita akan merasakan udara yang dingin dan segar saat mengunjungi danau ini. Hamparan kebun teh yang membentang sepanjang perjalanan menuju situ ini juga semakin menambah keasrian kawasan wisata Situ Patenggang. Lokasi danau ini juga terletak tidak jauh dari kawasan wisata Kawah Putih. Jadi, jika anda mengunjungi Kawah Putih jangan lupa untuk mampir juga ke Situ Patenggang. Hanya dibutuhkan waktu sekitar limabelas sampai duapuluh menit dari Kawah Putih menuju danau ini dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.

Kebun Teh Ciwidey

Kebun Teh Ciwidey

Selain hamparan kebun teh yang nyaman dipandang mata, Situ Patenggang juga memiliki daya tarik lain yaitu keberadaan Batu Cinta. Sebuah lokasi yang berada di tengah danau dengan sebuah batu besar yang menjadi penandanya. Batu inilah yang disebut dengan Batu Cinta. Batu Cinta berasal dari sebuah legenda masyarakat Jawa Barat. Konon di tempat inilah Ki Santang dan Dewi Rengganis, sepasang kekasih yang harus melewati perjalanan sulit dalam percintaan mereka akhirnya bertemu kembali di tempat ini setelah sebelumnya terpisah. Air yang mengisi danau ini menurut mitos masyarakat Patengan berasal dari deraian air mata kedua manusia tersebut.

Pukul 13.00 saya sudah tiba di Pintu Gerbang Kawah Putih. Meskipun saya sudah pernah mengunjungi Kawah Putih sebelumnya, tapi mengunjungi tempat sesejuk ini tidak akan pernah membosankan. Ada yang berubah dengan kondisi Kawah Putih hari itu, yaitu disebabkan kemarau yang berkepanjangan air kawah pun menjadi surut, dan bau belerang pun sangat tajam tercium. Namun hal ini tidak mengurangi jumlah penggunjung dan juga tidak mengurangi keindahannya.

Kawah Putih saat kemarau

Sekitar pukul 16.45 kami pun meninggalkan kawasan Kawah Putih dan meluncur menuju Situ Patenggang. Karena hari sudah semakin gelap saya pun tidak sempat banyak berhenti untuk mengabadikan keindahan pemandangan kebun teh yang membentang sepanjang perjalanan menuju Situ Patenggang. Padahal kabut sore itu menambah indahnya perbukitan kebun teh. Saya juga tidak sempat menikmati nikmatnya mie rebus dan buah strawberry yang banyak dijajakan di sepanjang menuju Situ Patenggang. Mie instan yang rasanya selalu lebih nikmat dari biasanya.

Kebun Teh Ciwidey

Kebun Teh Ciwidey

Sekitar pukul 17.00 kami sudah tiba di pintu gerbang Situ Patenggang. Kabut semakin tebal turun seiring kepergian matahari. Setelah membayar biaya masuk sebesar Rp.4000 perorang dan biaya sepeda motor Rp.6000 per unit sepeda motor, kami pun langsung mencari tempat parkir yang nyaman. Yang tidak boleh dilewatkan adalah mencicipi gorengan, mie rebus, atau siomay di sekitar danau karena rasanya sangat enak. Bukan karena ada resep spesial, tapi karena udara yang dingin membuat perut cepat lapar dan makanan apapun rasanya menjadi duakali lipat lebih enak. Dan menyantap makanan hangat di tengah cuaca berkabut itu rasanya sperti menemukan oase di gurun pasir.

Awalnya kami tidak akan menyebrang ke Batu Cinta, karena hari mulai gelap dan kabut sangat tebal sore itu. Tapi karena rasa penasaran akhirnya kami pun memutuskan untuk menyebrang menuju Batu Cinta. Untuk mencapai Batu Cinta ini kita bisa menyewa kapal dengan biaya sekitar Rp.100.000 yang dapat memuat sekitar 14 orang. Cukup menegangkan menurut saya, karena kapal ini tidak menggunakan mesin tapi dengan dayung kayu biasa. Jika penumpang terlalu banyak bergerak maka kapal akan oleng. Meskipun menurut teman saya hal itu tidak akan membuat kapal terbalik namun tetap saja saya sangat tegang. Waktu penyebrangan sekitar limabelas menit saja, tapi rasanya seperti satu tahun. Seru sih, tapi super menegangkan (pendapat pribadi)!

Situ Patengang

Situ Patengang

Situ Patengang

Situ Patengang

Ready to Go!

Sampai di Batu Cinta langsung disambut oleh batu-batu besar yang entah dari mana asalnya. Kondisi batu-batu di sana penuh dengan coretan dan debu menutupi hampir semua permukaan batu. Semua terlihat kering dan berdebu akibat kemarau yang berkepanjangan. Matahari telah kembali ke peraduan, membuat keindahan batu cinta tak bisa terlihat jelas. Sejauh mata memandang hanya lah kabut. Keindahan danau pun sulit dinikmati, membuat saya bingung hendak melakukan apa di sana selain foto-foto dengan latar yang juga tak jelas terlihat. Ada beberapa saung tapi telah dipenuhi oleh muda mudi yang mungkin percaya akan mitos bahwa pasangan yang berkunjung ke batu itu, cinta mereka akan abadi.

Batu Cinta

Batu Cinta

Perhatikan photo di bawah ini:

Dia yang bikin masalah

Sesuai rencana sebelum azan magrib kembali menaiki kapal dan meninggalkan Batu Cinta. Tapi gara-gara Si Anne yang sibuk eksis sana sini sampai tidak sadar Blackberry-nya jatuh (saat blackberry masih jadi barang mewah), kita semua jadi sibuk mencari keberadaan si Blackberry hingga hari semakin gelap. Dan parahnya dia baru menyadarai BB-nya tidak ada setelah kapal sudah mulai berlayar meninggalkan tepian. Akhirya kapal memutar haluan lagi dan beberapa pasukan diturunkan untuk mencari si BB. Alhamdulillah ternyata proses pencarian tidak lama, karena BB terjatuh di sekitaran tempat terakhir kita berfoto-foto. Dan kita kembali lagi berlayar dengan cuaca yang sudah sangat gelap, gelapnya mengalahkan kabut asap kebakaran hutan di sumatera. Tidak ada lampu atau cahaya apapun, jarak pandang sangat pendek karena selain hari sudah gelap, kawasan danau juga diliputi kabut tebal. Entah bagaimana juru kapal tersebut bisa khatam jalan pulang, padahal keadaan sangat gelap sekali. bahkan air danau pun nyaris tak terlihat. Saya jadi ngeri sendiri karena terbayang kisah-kisah hantu di danau yang ada di buku-buku cerita Goosebumps yang dulu sering saya baca semasa SMP.

Sampai di pelataran parkir suasana sudah sangat sepi, bahkan petugas parkir sudah masuk rumah. Setelah membayar biaya parkir kami langsung melaju menuju penginapan yang ada di taman unyil. Tidak ada seorangpun yang mandi malam itu, airnya sangat dingin nyaris seperti air es. Acara malam hari dilanjutkan dengan masak mie rebus dan bakar jagung. I’m gonna miss that moment. 

Penginapan Ciwidey

DuniaRahmi

Menyapa Kawah Putih yang Terlupakan

Menyapa Kawah Putih yang Terlupakan

Minggu tanggal 30 April 2012 yang lalu saya saya berkesempatan untuk mengunjungi Kawah Putih setelah 10 tahun lebih tinggal di Bandung. Sifat manusia memang terkadang begitu, terlalu melihat keindahan yang jauh di sebrang sehingga lupa keindahan yang ada di dekatnya. Mungkin istilah rumput tetangga terlihat lebih subur juga cocok untuk menegaskan fenomena ini. Sebenarnya keinginan menyapa Ciwidei bukannya tidak ada, tapi mungkin ibarat ketemu jodoh akan indah pada waktunya. Dan sekarang lah waktunya, motor bebek matic keluaran thn 2007 ini siap menemani menuju salah satu ikon wisata kota Bandung. Setelah mengisi bensin full tank, kami pun siap meluncur menuju Ciwidey dimulai dengan menyusuri Jalan Kopo yang sangat padat penduduknya dan penuh dengan pabrik-pabrik yang dibangun tanpa kawasan.

Sebenarnya perjalanan hari ini tanpa rencana, pukul 11.00 siang saya baru meluncur dari kota Bandung. Ini sungguh bukan waktu yang ideal, menjelang siang begini sudah dapat dipastikan jalanan akan macet parah. Beruntung sekali meski sudah siang matahari masih enggan mengeluarkan seluruh kekuatannya. Perjalanan dimulai dengan menyusuri Jln. Kopo hingga Kab. Soreang yang jaraknya sekitar 17 KM. Lalu dilanjutkan lagi dengan perjalanan panjang menyusuri Kab. Soreang hingga Ciwidey yang jaraknya sekitar 20 KM. Rasa lelah setelah menempuh perjalanan sekitar 90 menit hilang setelah memasuki kawasan ciwidey yang sejuk dipenuhi dengan pemandangan hamparan kebun sayur dan strawberry di sisi kiri dan kanan jalan. Saya sempat berhenti di pasar Ciwidey karena tergoda dengan gulai ayam di warung makan padang dan buah anggur yang dijual di mobil-mobil bak terbuka.

Setelah tiba di depan gerbang kawasan Kawah Putih saya sempat istirahat sejenak untuk meluruskan kaki dan sekedar menghirup udara segar. Pohon-pohon besar yang berdiri tegak menambah keangkuhan kawasan ini. Udara dingin membuat rasa mie instan yang dijual sepasang kakek dan nenek di pinggir perkebunan teh pun rasanya nikmat berkali-kali lipat dari biasanya. Banyak penjaja makanan di sekitar gerbang Kawah Putih ini pun sayang untuk diabaikan. Dan memang sebaiknya makan dulu sebelum naik ke area kawah putih, karena di sana tidak ada yang menjual makanan, lagi pula tidak diperbolehkan makan di sekitar kawah karena dapat menggangu kesehatan.

Sekarang Tempat wisata ini telah dikelola dengan baik, jika dulu setiap orang bebas membawa kendaraan ke atas, maka sekarang kendaraan roda dua dan bus pariwisata dilarang karena seringnya terjadi kecelakaan atau mogok karena jalan yang terlalu menanjak. Motor diparkir rapi di dekat pembelian tiket hanya dengan membayar biaya lima ribu rupiah saja. lalu untuk menuju kawasan kawah pengunjung dapat menggunakan mobil yang sudah disediakan oleh pihak pengurus yang menurut saya memang lebih nyaman dan aman, cukup membayar biaya duapuluh lima ribu rupiah untuk pulang pergi. Sedang kan yang membawa kendaraan pribadi tetap boleh membawa masuk kendaraannya dengan harga tiket Rp. 150.000 per unit mobil ditambah tiket masuk Rp. 15.000 per orang.

Angkutan Kawah Putih

Perjalanan dari depan gerbang hingga area kawah hanya memakan waktu sekitar limabelas sampai duapuluh menit. Dan ternyata betul jalan menuju Kawah Putih ini cukup berkelok-kelok penuh dengan tanjakan dan turunan, semakin ekstrim karena jalan yang terbilang sempit ditambah jurang-jurang di sisi jalan. Namun kabar baiknya jika dulu teman-teman selalu menolak saat diajak berkunjung ke Kawah Putih karena jalan yang rusak parah, sekarang jalan sudah seluruhnya diaspal halus.

Menuju Kawah Putih

Saung Kecapi Kawah Putih

Tangga Menuju Area Kawah

Untuk mengunjungi kawah ini pastikan membawa masker karena bau belerang cukup menyengat.  Dan jangan lupa pula untuk membawa payung atau jas hujan karena cuaca yang mudah berubah dari panas lalu mendadak hujan lalu panas lagi. Tapi tidak masalah jika lupa, karena di sekitar kawah banyak penjual masker dan banyak pula yang menyewakan payung.  Di area kawah juga terdapat mushola dan toilet, jadi tidak perlu khawatir.. 😉

Kawah Putih

Kawah Putih

Bukit di kawasan Kawah Putih

Tebing Kawah Putih

Banyak bagian dari kawah putih yang belum sempat saya jamah kemarin, karena waktu yang sudah terlalu sore dan hujan turun cukup deras sore itu.

“Keindahan alam akan semakin terlihat nyata jika kita mampu melihatnya dengan mata hati”

Labuan Bajo – Menyentuh Bumi Flores

Labuan Bajo – Menyentuh Bumi Flores

Labuan Bajo merupakan ibu kota dari Kabupaten Manggarai Barat yang terletak di ujung barat Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pelabuhan kecil Labuan Bajo merupakan salah satu pintu gerbang menuju Pulau Komodo habitat asli reptilia komodo (Varanus komodoensis).

8 Agustus 2014, perjalanan dimulai dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta pukul 07.00 pagi. Dan rasanya masih seperti mimpi hari itu pukul 14.00 akhirnya saya bisa menginjakkan kaki di Bandar Udara Komodo Labuan Bajo. Penerbangan dengan Garuda Indonesia dari Jakarta menuju Denpasar lalu Labuan Bajo meskipun memakan waktu cukup lama namun tidak terasa membosankan. Fasilitas dan pelayanan maskapai kebanggaan Indonesia ini cukup sebanding dengan harganya, dan kali ini saya menikmati ini semua dengan GRATIS 😀 Selama penerbangan Jakarta – Denpasar saya memilih menonton acaranya Ramon Y. Tungka dan Tim 100 Hari Keliling Indonesia, sesekali bermain game dan sesekali memandang keindahan panorama alam Indonesia yang samar terlihat dari ketinggian. Pemandangan alam yang terlihat dari ketinggian terbang pesawat khususnya selama penerbangan dari Denpasar menuju Labuan Bajo luar biasa indah, pulau-pulau dan laut terlihat cukup jelas. Benar-benar pemandangan yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan penerbangan menuju Sumatera yang lebih sering tak terlihat apa-apa selain awan putih yang tentu saja tak kalah indahnya.

Pemandangan Denpasar - Labuan Bajo

Pemandangan Denpasar – Labuan Bajo

Bandara Labuan Bajo

Bandara Labuan Bajo

Ini kali pertama saya mengunjungi kepulauan Nusa Tenggara, dan sekaligus pertamakali merasa terasing di negeri sendiri. Karena sejak di pesawat hingga di Bandara Labuan Bajo jarang sekali saya temui wisatawan lokal, sekitar 80% lebih adalah wisatawan asing. Bahkan penumpang pesawat Garuda dari Denpasar ke Labuan Bajo yang datang sebagai wisatawan lokal hanya saya dan teman saya saja, dua keluarga penduduk lokal Labuan Bajo, dan sisanya wisatawan asing. Ini merupakan pemandangan baru buat saya, berwisata di negeri sendiri namun didominasi wisatawan asing. Dan semua ini tentu saja disebabkan biaya perjalanan yang sangat mahal.

Perjalanan kali ini terasa luar biasa istimewa, karena kegiatan jelajah nusantara ke Labuan Bajo – Pulau Komodo ini dibiayai oleh Carrefour dan seluruh kegiatan telah diatur oleh Garuda Indonesia Holiday. Setelah tiba di Bandara Labuan Bajo yang masih dalam proses renovasi kami langsung dijemput oleh pihak Garuda Indonesia Holiday yaitu Bapak Martin yang bertugas sebagai guide, dan kami langsung diantar menuju tempat penyewaan alat snorkeling. Setelah menikmati Labuan Bajo dari atas, kami lalu menuju pelabuhan untuk langsung menaiki kapal menuju Pulau Komodo. Proses menaiki kapal ini cukup dramatis, yang pertama ketika akan menaiki kapal saya dibuat agak deg-degan luar biasa. Bayangkan saja saya hanya berdua dengan teman saya yang juga perempuan, dan kami harus naik kapal dan juga bermalam di kapal bersama lima laki-laki kru kapal dan guide penduduk asli Flores. Kesan pertama sangat menyeramkan melihat wajah mereka terutama sang kapten kapal, tidak ada kesan ramah ditambah faktor bahasa yang tidak saya mengerti. Dan ternyata kesan pertama memang tak selalu benar, mereka para kru kapal sangat ramah dan baik, sang kapten ternyata seorang yang berwajah Rambo tapi berhati Rinto. Hal dramatis ke dua adalah kami harus turun dari atas pelabuhan menuju kapal dengan mnggunakan tangga yang hampir berdiri tegak 180° dan kondisi kapal yang terus bergoyang dihempas ombak. Ini cukup mengerikan meski tak sedramatis hal yang pertama. 😀

Labuan Bajo

Labuan Bajo

Labuan Bajo

Labuan Bajo

Labuan Bajo

Labuan Bajo

Bersama Kru Kapal

Bersama Kru Kapal

Suasana pelabuhan juga sedang dalam proses renovasi. Menurut informasi dermaga angkutan barang seperti peti kemas dan lain-lain akan dipindahkan ke tempat lain, jadi Labuan Bajo akan digunakan untuk angkutan penumpang atau wisatawan saja. Kota Labuan Bajo tidak seramai yang saya banyangkan, benar-benar hanya sebuah kota kecil. Saya fikir daerah ini ramai seperti tempat wisata pada umumnya yang dipenuhi pedagang oleh-oleh dan makanan khas. Ternyata sangat sulit menemukan toko yang menjual oleh-oleh di sini, pasar lebih didominasi oleh tempat penyewaan alat snorkeling atau diving dan toko-toko kelontong seperti pasar tradisional pada umumnya. Pada malam hari penjual makanan pun tidak terlalu banyak, hanya ada beberapa penjual bakso, nasi goreng, rumah makan padang, dan penjual gorengan. Setiap suduk kota banyak tukang ojeg yang siap mengantar kita kemana saja dengan biaya terjangkau.

Kota Labuan Bajo

Kota Labuan Bajo

Setelah kembali dari Pulau Komodo kami menginap di hotel La Prima Labuan Bajo, dan fasilitas menginap di hotel pun kami nikmati secara gratis. Hotel ini terletak cukup jauh dari Pelabuhan dan pasar, dan pada malam hari suasana sangat sunyi ditambah belum banyaknya lampu penerang jalan. Meskipun kecewa tidak bisa menikmati matahari tenggelam dari Labuan Bajo yang terkenal indah, tapi saya cukup terhibur dengan pemandangan yang tampak dari jendela hotel tempat kami menginap. Liburan gratis dan mewah ini memberikan banyak sekali pengalaman dan pengetahuan baru buat saya. Dan membuat saya ingin kembali lagi ke bumi NTT untuk mengunjungi Sumba yang konon keindahannya juga sangat menakjubkan. *dream and pray*

La Prima Hotel - Labuan Bajo

La Prima Hotel – Labuan Bajo

La Prima Hotel - Labuan Bajo

La Prima Hotel – Labuan Bajo

La Prima Hotel - Labuan Bajo

La Prima Hotel – Labuan Bajo

“Simpan mimpimu dalam hati, genggamlah dengan erat, dan biarkan Tuhan yang mewujudkannya untukmu©duniarahmi

The Weakness in Me

The Weakness in Me

Joan Armatrading

@komodoisland

I’m not the sort of person who falls in and quickly out of love
But to you, I give my affection, right from the start.
I have a lover who loves me, how could I break such a heart?
Yet still you get my attention.

Why do you come here, when you know I’ve got troubles enough?
Why do you call me, when you know I can’t answer the phone?
Make me lie when I don’t want to.
And make someone else some kind of an unknowing fool.
You make me stay when I should not.
Are you so strong or is all the weakness in me?
Why do you come here, and pretend to be just passing by?
When I mean to see you,, And I mean to hold you,, Tightly..

Feeling quilty,, Worried.. 
Waking from tormented sleep,
This old love has me bound, but the new love cuts deep. 
If I choose now, I’ll lose out, one of you has to fall… 
And I need you,, And you

Why do you come here, when you know I’ve got troubles enough?
Why do you call me, when you know I can’t answer the phone?
Make me lie when I don’t want to,
And make someone else some kind of an unknowing fool?
You make me stay when I should not?
Are you so strong or is all the weakness in me.
Why do you come here, and pretend to be just passing by?
When I mean to see you,, And I mean to hold you,, Tightly.

©duniarahmi

 

Pantai Pangandaran Masih Punya Pesona

Pantai Pangandaran Masih Punya Pesona

Hello Pangandaran,

@Sunrise Pangandaran

@Sunrise Pangandaran

Pantai Pangandaran adalah salah satu tempat wisata yang terletak di Kabupaten Pangandaran (pemekaran dari Kabupaten Ciamis) yang terletak di sebelah tenggara Jawa Barat, tepatnya di Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Tempat wisata ini sudah terkenal sejak dulu dan merupakan tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi oleh orang-orang khususnya dari pulau Jawa. Pada saat musim liburan tempat wisata ini selalu dipenuhi oleh lautan manusia yang jumlahnya bisa mencapai ribuan orang. Hal ini yang membuat saya memandang pantai ini dengan sebelah mata, saya meragukan daya tariknya. Karena jika pantai sudah dijamah banyak manusia pastilah lambat laun tempat itu akan dipenuhi dengan sampah. Meskipun demikian saya cukup penasaran, ada beberapa teman saya yang tak bosan-bosan mengunjungi pangandaran setiap libur panjang tiba.

©duniarahmi

©duniarahmi

©duniarahmi

©duniarahmi

17 Mei 2014 yang lalu untuk pertamakalinya saya mengunjungi pantai Pangandaran. Seperti yang saya duga, tempat wisata ini jauh dari kata terawat. Pedagang bejajar tidak beraturan di pinggir pantai, agak sulit menemukan pinggir pantai yang sepi di pantai utama ini. Sampah plastik di mana-mana, pasir yang hampir mirip dengan tanah. Memang ada kawasan yang berpasir putih, tapi tempat itu harus ditempuh dengan melewati cagar alam atau menyebrang dengan menggunakan kapal. Dan tentu saja kawasan itu pun sangat ramai meski tak seramai pantai utama. Dan yang lebih menyedihkan ketika saya mencoba snorkeling di satu tempat yang sudah cukup jauh dari pinggir pantai, ternyata di sana pun tak luput dari sampah plastik. Bagaimana bisa laut seluas ini telah dipenuhi dengan sampah. Ini benar-benar menyedihkan buat saya. Menyedihkan sekali, pantai sesempurna ini tidak dirawat dengan baik. Harus bagaimana lagi menyadarkan orang-orang ini agar bisa menjaga kebersihan lingkungan.

Selain pantai, kawasan ini juga memiliki cagar alam yang kebanyakan dihuni oleh monyet dan rusa. Jika bosan dengan pantai utama pangandaran yang selalu ramai, cagar alam ini bisa dijadikan alternatif untuk menghirup udara segar dan bersantai sejenak dari kegaduhan. Ketika masuk cagar alam ini pengunjung disarankan untuk tidak membawa makanan dan minuman, karena monyet-monyet di sini sangat aktif dan akan merebut makanan yang dibawa pengunjung.

Cagar Alam Pangandaran

Cagar Alam Pangandaran

Cagar Alam Pantai Pangandaran

Cagar Alam Pantai Pangandaran

Terlepas dari segala kekurangannya, ternyata benar saja tempat ini menyimpan daya tarik yang cukup kuat. Di pantai ini kita bisa menyaksikan matahari terbit dan tenggelam di tempat yang sama. Dan yang paling menarik menurut saya di kawasan ini banyak pedagang makanan terutama hidangan laut dengan harga cukup terjangkau. Pembeli bisa memilih sendiri ikan, kepiting atau udang segar lalu penjual akan memasaknya sesuai bumbu yang dipilih pembeli. Dan hal ini sangat menyenangkan jika dinikmati bersama teman-teman atau keluarga. Hal lain yang membuatnya menarik menurut saya antara lain karena di tempat ini sudah tersedia berbagai macam fasilitas seperti ATM, penerangan jalan, kendaraan umum, penyewaan berbagai bentuk sepeda atau becak, dan berbagai macam jenis permainan olahraga air (water sport) . Di sini juga ada banyak pilihan penginapan dari yang murah hingga yang mahal, dari yang ala backpacker hingga hotel berbintang, tinggal pilih saja harga bisa ditawar dan tidak perlu booking jauh-jauh hari. Banyaknya pedagang oleh-oleh dan makanan juga membuat tempat ini semakin menarik dan layak dikunjungi. Tempat ini menurut saya memang kurang cocok bagi yang membutuhkan tempat liburan yang sepi dan tenang, tapi sangat cocok bagi yang ingin berlibur bersama keluarga atau teman-teman. Banyak hal seru yang bisa dilakukan di sini, selain menikmati alam, tempat ini pun menjanjikan kita untuk bisa menikmati kebersamaan.

Seafood Pangandaran

Seafood Pangandaran

We are..!

We are..!