Backpacker dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Backpacker dan Dampaknya Terhadap Lingkungan

Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini fenomena backpacker di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan banyaknya kemunculan biro travel ala backpacker di situs-situs jejaring sosial maupun situs semacam http://www.kaskus.co.id, juga kemunculan forum-forum backpacker seperti www.backpackerindonesia.com, www.trackpacking.com, www.indobackpacker.com dan masih banyak lagi yang lain. Saat ini banyak pula bermunculan acara televisi yang menampilkan perjalanan ke tempat-tempat yang menyajikan pemandangan alam menakjubkan yang selama ini tidak banyak diketahui orang.

Backpacker menurut Wikipedia bahasa Indonesia berasal dari kata tas ransel (backpack) untuk bepergian. Backpack merupakan istilah bahasa Inggris yang artinya tas yang digendong di belakang. Wisata beransel (bahasa Inggris: backpacking) adalah perjalanan ke suatu tempat tanpa membawa barang-barang yang memberatkan atau membawa koper. Adapun barang bawaan hanya berupa tas yang digendong, pakaian secukupnya, dan perlengkapan lain yang dianggap perlu. Biasanya orang yang melakukan perjalanan seperti ini adalah dari kalangan berusia muda, tidak perlu tidur di hotel tetapi cukup di suatu tempat yang dapat dijadikan untuk beristirahat atau tidur. Perjalanan seperti ini dilakukan di dalam negeri ataupun di luar negeri. Nah, forum-forum yang dibentuk oleh para backpacker inilah yang sekarang banyak diminati oleh orang-orang yang menyebut dirinya pecinta alam, penikmat keindahan dan lain-lain.

Kehadiran para backpacker ini menurut saya cukup banyak memberi dampak, baik dampak positif maupun negatif terutama pada lingkungan. Dampak positifnya antara lain adalah meningkatnya pembangunan, perekonomian masyarakat di sekitar daerah wisata, tumbuhnya rasa nasionalisme dan penghargaan terhadap wisata lokal, membantu mempromosikan wisata yang belum banyak diketahui orang, dan peningkatan hubungan antar pribadi dari berbagai daerah yang berbeda suku dan agama. Karena para backpacker ini tidak sedikit pula yang melakukan aktifitas bersama-sama dengan orang lain dari berbagai daerah melalui forum-forum backpacker atau pecinta alam.

Sedangkan dampak negatif dari peningkatan jumlah pecinta jalan-jalan ini juga cukup banyak. Salah satunya yang akan saya bahas adalah dampak pada kerusakan lingkungan, terutama kawasan pantai dan gunung. Karena icon suatu keindahan yang paling banyak dicari adalah pantai dan juga lereng dan puncak gunung. Para backpacker ini biasanya senang mendaki gunung, mencari dan mendatangi tempat-tempat yang tersembunyi atau yang dikenal dengan istilah hidden paradise.

Salah satu pantai di Sumatera Barat

Salah satu pantai di Sumatera Barat

Salah satu contoh hidden paradise yang saat ini sedang popular adalah Segara Anakan di Pulau Sempu, Malang. Dan saya pun pernah mendatangi tempat ini karena tergiur dengan keindahan alamnya. Pulau Sempu ini sebenarnya merupakan kawasan cagar alam, yaitu kawasan suaka alam yang karena alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistem tertentu yang perlu di lindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Seharusnya kawasan ini tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang dan tidak boleh dijadikan tempat wisata, karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan Cagar Alam. Tapi pada kenyataannya petugas Resort Konservasi Wilayah Pulau Sempu sering meloloskan/mengijinkan pelancong untuk memasuki kawasan, meskipun tanpa simaksi (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi). Sehingga tempat ini sekarang lebih mirip sebagai tempat wisata, dan bukan lagi sebagai cagar alam. Banyak orang berbondong-bondong mendatangi Pulau Sempu setiap harinya setelah mendengar dan membaca dari berbagai media. Kehadiran orang-orang ini ikut menyumbang sampah-sampah yang sekarang mulai terlihat dibeberapa sudut Pulau Sempu. Sisa-sisa bungkus makanan, botol air mineral, puntung rokok, dan sampah lain yang dibuang begitu saja oleh pengunjung yang tidak bertanggung jawab.

Pulau Sempu - Jawa Timur

Pulau Sempu – Jawa Timur

Contoh lain adalah kebakaran hutan di lereng Gunung Slamet pada Sabtu dini hari, 25 Agustus 2012 yang diduga berasal dari sisa api unggun pendaki. Kondisi hutan di Indonesia kian merana saja. Tahun ini kebakaran tidak hanya terjadi akibat kemarau panjang, tapi juga karena kecerobohan manusia. Hampir semua kasus kebakaran hutan atau sebesar 99% terjadi akibat aktivitas manusia. Kegiatan manusia seperti merokok, buka kebun, dan pendakian gunung menjadi penyebab awal kebakaran hutan. Pada Tahun 1984 Gunung Slamet ini juga pernah terbakar dan penyebab kebakaran saat itu diduga dari puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh para pendaki hingga menyulut pohon-pohon maupun ilalang yang mengering. Coba bayangkan berapa kerugian akibat kebakaran hutan tersebut? Berapa banyak pohon yang hangus terbakar? Berapa banyak binatang yang mati? Kerugian yang pasti adalah rusaknya ekosistem alam, dan ini lah yang sulit untuk dikembalikan seperti semula.            Itulah salah satu contoh kecil dampak yang terjadi pada lingkungan kita akibat kegiatan manusia yang mengatasnamakan backpacker dan pecinta alam. Dampak-dampak negatif tersebut dapat diminimalisir dan dihilangkan jika saja setiap orang mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa memiliki alam yang sudah diciptakan Tuhan dengan segala keindahannya. Selayaknya keindahan itu tidak hanya dinikmati sesaat, tapi juga harus terus dijaga agar keindahannya tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh anak cucu kita kelak. Sekumpulan pecinta alam setidaknya jangan hanya bangga telah mendatangi banyak tempat, telah menaklukan berapa gunung, tapi banggalah jika telah dapat memberikan sumbangsih yang positif terhadap tempat-tempat yang didatangi tersebut. Nikmatilah keindahan ciptaan Tuhan ini, namun jangan lupa pula untuk menjaganya.

Salah satu pantai di Pulau Tidung - Kepulauan Seribu

Salah satu pantai di Pulau Tidung – Kepulauan Seribu